Minggu, 01 Januari 2012

Keterangan Mantan Bupati Bima H. Zainul Ihwal Lambu

Bima Institute - H. Zainul membantah tuduhan berada di balik aksi massa warga Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, yang selama lima hari memblokir Pelabuhan Penyeberangan Sape. “Saya justeru menyesalkan peristiwa tersebut karena merugikan kepentingan umum,” katanya ketika dihubungi Tempo dari Surabaya melalui telepon selulernya, Jum’at, 30 Desember 2011.

Mantan Bupati Bima periode 2000-2005 itu pada pemilihan kepala daerah Kabupaten Bima tahun 2005 dikalahkan Ferry Zulkarnaen yang berpasangan dengan H. Usman AK yang memimpin Kabupaten Bima 2005-2010. Pada pemilukada tahun 2010, H. Zainul yang berduet dengan Dr. Ibrahim kalah pula dari Ferry Zulkarnain yang berduet dengan H. Syafruddin Noor sebagai pasangan Bupati dan Wakil Bupati Bima periode 2009-2014.

Menurut Zainul, dua kali kekalahannya berhadapan dengan Ferry tidak membuatnya dendam meskipun hasil pemilukada 2010 cacat hukum. Putusan Pengadilan Negeri Bima menyatakan praktek money politics oleh pasangan Ferry terbukti. Putusan pengadilan pun bersifat incracht.

Komisi Pemilihan Umum pusat juga memerintahkan pemecatan ketua dan empat anggota KPUD Bima. Namun duet Ferry Zulkarnaen dan Syafruddin Noor tetap dilantik.

Kendati demikian, Zainul yang kini berusia 56 tahun, tak ingin kekalahannya dalam pemilukada dikait-kaitkan dengan kerusuhan Sape. “Masalah di Sape tidak ada kaitannya dengan buntut pemilukada. Itu murni protes warga yang tidak setuju tambang dan merasa disakiti oleh kebijakan bupati,” ujarnya.

Zainul sudah berupaya melakukan pendekatan dengan tokok masyarakat Lambu. Zainul menjelaskan kepada para tokoh Lambu bahwa aksi pemblokiran terhadap fasilitas umum seperti pelabuhan tergolong pelanggaran terhadap undang-undang, bahkan bisa dikategorikan sebagai tindak pidana. Tapi warga berkukuh pada sikapnya.

Sebagai tokoh yang pernah menjadi bupati, Zainul mengetahui Kabupaten Bima memiliki sumber daya alam, termasuk potensi pertambangan emas. Potensi tersebut harus dikelola demi peningkatan pendapatan daerah. “Kalau soal pertambangan, saya adalah orang yang mendukung pertambangan,” ucap Zainul pula.

Ketika aksi penolakan terhadap SK Bupati Bima Nomor 188.45/357/004/2010 tertanggal 28 April 2010 yang disebut-sebut memberikan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi kepada PT. Sumber Mineral Nusantara (PT SMN), muncul sejak awal 2011, Zainul justeru berulangkali memberikan penjelasan kepada warga Lambu. Antara lain dengan mengatakan bahwa tahapannya masih berupa eksplorasi. “Saya minta warga jangan langsung main vonis bahwa pertambangan merusak lingkungan, karena ada plus minusnya,” paparnya.

Kepada warga Zainul juga menjelaskan berbagai keuntungan yang bisa diperoleh jika potensi pertambangan dikelola dengan baik. Di antaranya penyerapan tenaga kerja, meningkatnya daya beli masyarakat karena terjadi pertumbuhan ekonomi. “Sisi minus dari pertambangan kita eliminir, sisi positifnya diambil.”

Namun, menurut Zainul, warga Lambu berkukuh tetap menolak dan meminta Bupati Ferry Zulkrnaen datang ke Lambu untuk memberikan penjelasan langsung kepada warga. Oleh warga, H. Zainul diminta agar tidak lagi ikut campur. Bahkan warga Lambu mengatakan jika ada lagi yang datang ke Lambu dianggap penjahat.

Aksi kemudian berlangsung anarkistis. Massa membakar Kantor Kecamatan Lambu pada 10 Pebruari 2011. Meski telah terjadi tindakan anarkistis, Bupati Ferry tetap saja tidak bersedia mendatangi warga Lambu. Apalagi beredar isu di kalangan warga bahwa Bupati Ferry tidak berani mencabut SK-nya karena sudah menerima uang dari PT SMN. ”Soal isu uang itu saya tidak tau kebenarannya,” tutur Zainul.

Kamis, 22 Desember 2011, Zainul diajak bicara oleh Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB), Brigadir Jenderal Arif Wahyunadi. Saat itu adalah hari keempat pemblokiran Pelabuhan Penyeberangan Sape, atau dua hari sebelum polisi melakukan pembubaran paksa.

Kepada Kapolda, Zainul mengatakan penolakan oleh warga Lambu sudah berlangsung hampir setahun. Namun Bupati Ferry belum pernah mendatangi warga untuk memberi penjelasan. ”Saya katakan kepada Kapolda supaya Bupati datang ke Lambu. Tidak usah takut karena tidak ada rakyat yang mau bunuh bupati,” urai Zainul. Namun, hingga terjadi kerusuhan saat pembubaran secara paksa, Bupati Ferry tidak pernah mendatangi warga Lambu. ”Warga merasa disakiti oleh adanya SK 188.”

Zainul kini mengelola Pondok Pesantren Al Ikhwan di Kampung Salama, Bima. Selain itu Zainul juga membuka usaha budidaya mutiara di perairan Desa Soro, Kecamatan Wera, Bima. ”Kalau ada yang menuduh saya bermain di balik kerusuhan Sape, saya serahkan kepada Allah. Saya sudah kenyang difitnah,” katanya.

Sampai berita ini ditulis, Bupati Ferry Zaulkarnaen belum bisa dimintai konfirmasi. Permintaan wawancara yang disampaikan Tempo melalui pesan pendek ke telepon selulernya tidak dijawab.

Sumber :http://www.tempo.co/read/news/2011/12/30/058374550/Ini-Keterangan-Mantan-Bupati-Bima-Ihwal--Lambu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar